Media Sosial dan Dinamika Citra Da'i | Isbroad - Memberi Wawasan Memajukan Peradaban

Media Sosial dan Dinamika Citra Da'i

Isbroad.com, Bandung - Media sosial telah menjadi arena penting dalam membentuk citra publik, termasuk bagi para dai. Dalam perspektif teori komunikasi, agenda setting dari Maxwell McCombs dan Donald Shaw menjelaskan bahwa media memiliki kekuatan untuk memengaruhi perhatian publik terhadap isu tertentu. Dalam konteks ini, media sosial menentukan bagaimana seorang dai dipersepsikan melalui konten yang mereka unggah atau yang tersebar tentang mereka. Gus Miftah, misalnya, mendapatkan sorotan negatif ketika videonya menyudutkan seorang penjual es teh menjadi viral. Video tersebut menjadi pusat perhatian, membuat masyarakat lebih fokus pada tindakan negatifnya dibanding kontribusi positifnya yang lain.

Selain itu, teori framing dari Erving Goffman menyoroti bagaimana cara suatu pesan disajikan memengaruhi interpretasi audiens. Video Gus Miftah yang awalnya adalah candaan ditafsirkan sebagai penghinaan karena framing yang ditekankan oleh narasi viral. Framing negatif ini memicu kecaman luas, mengingatkan bahwa cara pesan diterima sering kali lebih signifikan daripada niat awalnya.

Data empiris juga mendukung kekuatan media sosial dalam membangun atau merusak citra. Studi oleh Pew Research Center (2023) menunjukkan bahwa 64% masyarakat mengandalkan media sosial sebagai sumber utama informasi tentang tokoh publik. Di Indonesia, We Are Social melaporkan pada 2024 bahwa lebih dari 70% pengguna media sosial aktif terlibat dalam diskusi terkait isu-isu viral. Kasus Gus Miftah mencerminkan tren ini, dengan namanya mencapai lebih dari 138 ribu unggahan di platform X (sebelumnya Twitter) setelah video kontroversialnya viral.

Fenomena ini juga menunjukkan bagaimana media sosial mempercepat penyebaran informasi, baik positif maupun negatif. Gus Miftah, yang sebelumnya dikenal karena pendekatan dakwahnya yang santai, harus menghadapi tekanan besar untuk segera meminta maaf kepada publik. Reaksinya, termasuk membuat video permintaan maaf dan bertemu langsung dengan pihak yang dirugikan, menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya membentuk citra tetapi juga mengatur ekspektasi masyarakat terhadap resolusi konflik.

Dalam kesimpulannya, teori dan data ini menggarisbawahi peran penting media sosial sebagai platform pembentuk citra. Namun, platform ini juga menuntut kehati-hatian ekstra, terutama bagi dai sebagai panutan. Mereka harus mampu menavigasi dinamika media sosial dengan bijak, menjaga otentisitas sambil menghindari jebakan framing negatif yang dapat merusak reputasi mereka.

Algina Siti Nurahma
Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tidak ada komentar

Posting Komentar

ⓒ all rights reserved Isbroad KPI 2024