Cerita ini mengulas kembali akan kejadian peperangan di Sudan yang sempat viral di media beberapa bulan yang lalu. Salah satu mahasiswi yang saat ini tengah berkuliah di Sudan, Putri Ananda Mursyida, merasakan pengalaman yang menyedihkan ketika terjadi peperangan di Sudan. Namun saat ini dalam sementara waktu Nanda beserta mahasiswa lainnya dipulangkan ke Indonesia.
Nanda memang memiliki keinginan untuk berkuliah di negara Timur Tengah. Awalnya dia ingin sekali berkuliah di Mesir. Namun ada saja hal-hal yang membuatnya tidak bisa mendaftar kesana. Tetapi dibalik kesabarannya tersebut, Nanda sempat ditawarkan untuk berkuliah di Sudan. Akhirnya dia pun menerima tawaran tersebut. Karena meskipun tidak di Mesir, Sudan pun menurutnya adalah negara yang terkenal akan universitasnya.
Ia juga memilih Negeri Sudan karena terkenal akan bahasanya, apalagi Nanda sangat menyukai Bahasa Arab sejak lama. Menurutnya, di Sudan bahasa 'ammiyah/bahasa sehari-harinya tetap baik. Sama saja seperti Bahasa Fushah, namun bila dibandingkan dengan Mesir atau Maroko, Sudan tetap juaranya.
Di Sudan pun masih sedikit orang Indonesia yang tinggal disana, berbeda dengan di Mesir. Untuk pergaulan juga masih sangat baik dan terjaga, serta agamanya pun masih terbilang kuat. Adapun Bid'ahnya orang Sudan pun masih dikategorikan zaman dahulu, belum modern.
"Kalau pas masalah perang kemarin, itu namanya perang kudeta, yaitu perang antar saudara. Dulu juga pernah ada perang kayak gini katanya tapi tetap ada i'lan/pemberitahuan. Tapi gak tahu kenapa sekarang justru gak ada pemberitahuan sama sekali. Bahkan orang pribumi disana saja gak ada yang tahu sama sekali. Mereka bahkan masih pada nyantai, ngopilah, apalah," ujar Nanda ketika menjelaskan pengalamannya.
Saat awal terjadinya peperangan Nanda bersama ketiga temannya sednag berada di rumah Ummahat (rumah seorang ibu yang suaminya sedang pergi umroh).
Keesokan harinya saat Nanda bersama temannya pulang ke asrama karena ingin pergi ke kampus, saat ingin menyebrang menuju gerbang kampus, terdengarlah suara ledakan yang cukup keras. Banyak sekali orang-orang berlalu-lalang dan ingin menyelamatkan dirinya.
Mereka memutuskan untuk bersembunyi di belakang bus, namun supir bus yang melihat mereka menyuruh untuk masuk saja ke dalam rumah orang yang pagarnya sedang dibuka untuk melindungi diri.
Beruntungnya ketika mereka memasuki salah satu rumah, sang pemilik rumah menyambut mereka dengan baik.
Saat perang kudeta disana terjadi karena perang antara suadara sendiri. Yang perang merupakan antara tentara resmi dan juga tentara bayaran yang saling merebut kekuasaan. Siapapun yang dapat berkuasa, ialah yang akan menjadi pemenangnya, ialah yang akan menjadi seorang presiden. Mungkin kalau di Indonesia disebut demokrasi.
"Nah, kondisi mahasiswa pas lagi konflik, terutama yang anak perempuan kita disuruh berkumpul di aula besar tengah-tengah kampus namanya Mu'tamarat. Disana gak ada kasur, jadi semuanya hanya bawa diri saja, pakaian pun 1 dan juga selimut. Untuk makan pun satu baskom bisa bersepuluh bahkan lima belas orang," lanjut Nanda.
Sementara menurutnya juga untuk kondisi salah satu asrama putra ada yang red zone. Disana sulit dijangkau bahkan untuk mengirimkan bantuan saja sangat sulit walaupun jalannya hanya satu jalur saja. Mereka yang logistik tentu ketakutan untuk mengantarkan makanan kesana karena banyak sekali tentara yang sedang berjaga disana. Jika ada suara tembakan pun akan bergetar hingga ke tempat mereka berkumpul.
Dan untuk saat ini para WNI dipulangkan ke Indonesia sampai keadaan Sudan sudah membaik lagi.
Alifia Nabila
Sumber Foto : DetikNews
Tidak ada komentar
Posting Komentar