Bandung, Isbroad.com - Adalah benar bahwa setiap individu memiliki pandangan dan respon yang berbeda ketika menyikapi fenomena hangat di masanya. Pandangan tersebut bisa mengandung atmosfir positif atau sebaliknya. Yang menjadi pertanyaan ialah, mengapa individu atau kelompok meski kini mendapatkan kebebasan berekspresi mengungkapkan pikiran, dengan yakinnya mengatakan sesuatu yang belum tentu fakta. Bukankah ketidakpastian tersebut rentan kepada fitnah. Dalam konteks hukum, sebagai contoh, hal ini disebut juga mencemarkan nama baik.
Krisis kepercayaan kepada pemimpin ditambah
trauma sistem pemerintahan masa lalu yang membatasi seseorang mengungkapkan pemikiran
menjadi salah satu dari sekian pendorong seseorang berkata yang belum pasti
lalu kalimat setelahnya, aduh takut diserbu pendukungnya.. rasanya kembali
ke orde baru deh.. bedanya kalau viral maka kita terancam.. ga mau komen ah.
Kasus dipecatnya seorang guru karena anggapan
melanggar sopan santun berbahasa sebagai kritik -yang kritikan tersebut menilai
posisi pemimpin sebagai siapa, bukan kegiatannya- Tanpa pikir panjang atau
bahkan tanpa sekedar melakukan pencarian internet untuk memahami kronologi
dibalik kasus yang tengah diperbincangkan dengan mudahnya netizen (masyarakat
pemakai internet) yang tidak sedikit menuduh bahwa pemimpin ini anti kritik.
Mengatakan turut berduka kepada guru yang dipecat karena memikirkan bagaimana
kelangsungan hidup kedepannya, padahal pihak sekolah memiliki kebijakan dan alasan
tersendiri untuk memecatnya. Dan hal itu di luar kewenangan pemimpin. Betapa
mudahnya orang-orang berakal ini mengetikkan satu dua kata tanpa memahami duduk
persoalan yang sebenarnya terjadi.
Apakah perlu dipecut supaya orang tersadarkan
untuk mengetikkan kata yang baik dan benar? Yang ada orang yang memecutnya malah
akan diadili oleh masyarakat ini. Dianggap pembatas kebebasan berekspresi. Maka
perlu disadari bahwa pekikan-pekikan kecil yang menyikapi berita terkini
hendaknya disikapi dengan kepala dingin, pikiran tidak terdistraksi dengan
kepentingan lain, serta adanya kemauan untuk menganalisa apa yang menjadi
persoalan. Karena tidak semua solusi dipandang dari luar melainkan juga
memperhatikan benang masalahnya, melihat akarnya, atau menengok ujungnya supaya
solusi muncul dan selesai tuntas.
Jika masalah dalam lingkungan sendiri sangat
krusial, bukankah rentan menjadi perpecahan besar? Sekali lagi, adalah benar
bahwa perbedaan pemahaman yang tidak sabar bagaikan bom waktu. Perpecahan yang
terjadi barangkali berangkat dari kemarahan publik. Mari bersikap kritis dan
sopan dalam berkata, demi masa depan diri sendiri dan bagi bangsa.
-Aliv
Tidak ada komentar
Posting Komentar